JAKARTA - Secara keseluruhan hingga akhir tahun ini, nilai tukar mata uang di negara Asia masih akan terus menguat dengan dorongan arus modal asing dan masih belum stabilnya perekonomian di negara maju, seperti Amerika Serikat dan Eropa.
"Fundamental perekonomian di negara kawasan Eropa dan AS yang belum kembali pulih, membuat nilai tukar mata uang Rupiah untuk jangka panjang masih mengalami penguatan," kata Direktur Perencanaan Ekonomi Makro Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Bambang Prijambodo, di Jakarta, Senin (23/5/2011).
Menurutnya, Rupiah akan berada di level aman dan stabil. Bahkan, dia menyebutkan, revisi nilai tukar mata uang Rupiah yang dalam APBN 2011 diperkirakan berada pada level Rp9.250 merupakan langkah tepat.
Pemerintah, melalui Kementerian Keuangan merevisi asumsi makro nilai tukar mata uang Rupiah ke level Rp8.800-Rp9.000 per USD. Dasar pertimbangan yang dipergunakan Kemenkeu adalah terjaganya fundamental ekonomi domestic yang didukung oleh sinergi kebijakan moneter dan fiskal serta komitmen kerja sama bidang keuangan internasional. “Angka tersebut cukup nyaman (comfortable),” singkatnya.
Ekonom Mandiri Securitas Destry Damayanti mengungkapkan, Salah satu tantangan dalam perekonomian nasional adalah aliran modal asing yang berpotensi mengapresiasi penguatan nilai tukar rupiah. “Kami prediksi, rupiah hingga akhir tahun ini akan berada di level Rp8.400-Rp8.450 per USD,” katanya.
Menurut Destry, penguatan rupiah tidak akan terlalu berdampak signifikan terhadap kinerja ekspor Indonesia. Sebab, kata dia, yang paling besar pengaruhnya terhadap ekspor adalah meningkatnya harga komoditas dunia.
(Wisnoe Moerti/Koran SI/ade)
No comments:
Post a Comment